CIANJUR bekasitoday.com– Hujan deras yang mengguyur kawasan Gunung Padang sejak siang hingga malam hari tak menyurutkan semangat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jakarta untuk tetap menggelar pentas budaya di situs prasejarah terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Meski lokasi acara akhirnya dipindahkan dari area terbuka ke Pendopo Gunung Padang, seluruh rangkaian pertunjukan berlangsung lancar, hangat, dan sarat makna.
Pagelaran dibuka dengan alunan Sape oleh grup SlarasBudaya yang menampilkan Ghodiel Sapeq dan Arke Nurdjatni Soedjatno. Petikan instrumen tradisional Dayak itu menghadirkan suasana sakral yang langsung memikat perhatian tamu undangan, seakan menyatukan energi sejarah Gunung Padang dengan kekayaan budaya Nusantara meski panggung berpindah ke ruang tertutup.
Penonton kemudian disajikan Tari Bedhoyo Nawasena karya Perkumpulan Arkamaya Sukma. Tarian yang disusun Martini Brenda dengan iringan musik Lumbini Tri Hasto ini dibawakan tujuh penari: Lina Agung, Ragil Endang Srimulyani, Elisabeth Kusuma Indreswari, Ipung Purwanti, Martini Brenda, Mustika Handayani, dan Tiana Poesponegoro Soeharto. Melalui gerak lembut yang berpadu tegas, tarian tersebut menyampaikan pesan keselamatan sekaligus harapan masa depan.
Suasana semakin hangat ketika Komunitas SlarasBudaya menampilkan Tari Rejang Sari karya I Ketut Rena. Dibawakan oleh Grantyartha, Nurmadelina, Sri Utami P., Anna Diani Nari Ratih, Laras Kusumadewi, Susan Indahwati, Winedari Wiyono, Pritha Nandini, dan Arke Nurdjatni Soedjatno, tarian ini menegaskan nilai kebersamaan, ketulusan, dan kesetaraan yang menjadi ruh budaya Nusantara.
Penanggung jawab kegiatan, Dar Edi Yoga, menegaskan bahwa cuaca ekstrem tidak mengurangi esensi perhelatan tersebut.
“Ini bukan sekadar pentas seni. Ini ikhtiar merawat kebudayaan sekaligus meneguhkan jati diri bangsa, “ujarnya, Kamis malam (4/12/2025). Ia menambahkan bahwa menghadirkan seni di Gunung Padang merupakan bentuk penghormatan terhadap sejarah dan langkah memperkuat identitas kebangsaan.
Apresiasi turut disampaikan Ali Akbar, Ketua Tim Penelitian dan Pemulihan Situs Megalitik Gunung Padang. Ia memuji konsistensi PWI Jakarta dalam mengintegrasikan kegiatan kebudayaan dengan upaya pelestarian situs.
“Pagelaran seni di ruang bersejarah seperti Gunung Padang bukan hanya memperkaya pengalaman budaya, tetapi juga menguatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga warisan peradaban, “tuturnya. Ali Akbar berharap kegiatan serupa terus berlanjut agar pemahaman masyarakat terhadap nilai arkeologis, historis, dan spiritual Gunung Padang semakin meningkat.
Dalam suasana pendopo yang lebih intim, setiap alunan musik dan gerak tari terasa lebih menyentuh. Ketua Panitia Rudolf Simbolon, didampingi Rosy Maharani, menyebut justru antusiasme peserta meningkat.
“Kedekatan ruang menciptakan kedekatan batin. Semua terasa lebih menyatu, “ujarnya.
Pagelaran yang turut didukung Oval Advertising dan Pertamina Hulu Indonesia ini menjadi bukti bahwa upaya pelestarian budaya dapat terus menyala dalam kondisi apa pun. Gunung Padang kembali menjadi ruang perjumpaan antara sejarah, seni, spiritualitas, dan keberagaman Nusantara.
Turut hadir Laksma TNI (Purn) Darbagus J.P., Romo Kolonel (Purn) Yos Bintoro, Pr., Romo Hubert CJD, Kolonel Laut (KH) Pundjung, Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Wartawan PWI Pusat Anrico Pasaribu, Anggota Dewan Pakar PWI Pusat Raldy Doy, Sekretaris PWI Jaya Arman Suparman, Wakil Ketua Bidang Kerja Sama PWI Jaya Tubagus Adhi, serta jajaran pengurus PWI Pusat dan PWI Jaya.
Pentas budaya ini kembali menegaskan bahwa seni adalah cahaya yang menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan-dipersembahkan sepenuh hati untuk Indonesia.(Nr).
![]()
