JEMBER bekasitoday.com– Kebijakan kontribusi yang dianggap sangat memberatkan pelaku industri, masyarakat pelaku industri batu Puger memastikan menolak besaran kontribusi yang akan dikenakan kepada penambang pengusaha besar sebesar Rp.39.500/ton, dan untuk penambang pengusaha kecil sebesar Rp.30.000/ton. Karena diketahui ketentuan itu diluar dari kewajiban membayar pajak yang dikenakan disetiap ton-nya.
Seperti halnya yang diungkapkan Hambali, menurutnya, kebijakan tersebut akan berimbas pada naiknya harga bahan batu kapur bagi pelaku industri, pemilik tungku dalam melakukan pembakaran menjadi batu kapur aktif, maupun bagi industri penggilingan batu skala kecil.
“Dengan harga bahan baku yang berlaku saat ini saja pengusaha industri batu kapur tidak dapat menikmati keuntungan terlalu besar, dengan ketentuan harga bahan baku yang berlaku saat ini saja yakni Rp.55.000 perton, para pelaku industri batu kapur tidak bisa mendapatkan keuntungan besar. Apalagi jika terjadi kenaikan harga, maka akan lebih menyulitkan para pelaku usaha industri, “ujar Ketua Asosiasi Industri Batu Kapur Gunung Sadeng Puger, dalam acara pertemuan antar sesama pelaku industri batu kapur, Minggu (5/6/2022).
Sebagai wujud nyata dalam memberikan pelayanan terhadap rakyat, dirinya berharap pemerintah harus hadir membantu memberikan solusi dan kemudahan atas nasib pelaku usaha kecil.
“Menurut kami Pemkab tidak usaha meminta kontribusi, tapi cukup dengan menaikan pajak tambang saja. Itupun dengan kenaikan yang wajar, “terangnya.
Ditemui terpisah, Jen salah satu pelaku industri tungku mengatakan, belakangan dirinya kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, sehingga tidak bisa melakukan aktifitas dengan normal.
“Biasanya kami bisa membakar batu 4 kali dalam sebulan. Tapi sekarang hanya bisa 1 kali. Karena sulitnya bahan baku, “ungkapnya.
Kesulitan untuk mendapatkan bahan baku itu menyusul banyak penambang yang berhenti menambang karena Izin produksi mereka sudah kadaluwarsa, dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Jember mencabut Hak Pengelolaan Lahan (HPL) beberapa bulan lalu.
“Para pelaku industri kecil disini itu tidak memiliki lahan tambang sendiri, namun mereka membeli kepada para penambang. Adapun pelaku industri batu kapur itu jumlahnya mencapai ratusan, tersebar di wilayah Kecamatan Puger. Sentra terbesar terdapat di wilayah desa Grenden, Puger Wetan, dan desa Puger Kulon, “bebernya.
Sama halnya yang dikatakan M Kholili, dirinya berharap, penataan lahan tambang gunung sadeng oleh Pemkab Jember tidak mengabaikan kebutuhan para pelaku industri tradisional.
“Kami berharap kebutuhan bahan baku pelaku industri tercukupi dengan lancar, karena kami secara turun temurun mengandalkan pemenuhan kebutuhan dari hasil pengelolaan baru kapur, “tandasnya.
Muhammad Kholil Ashari, Anggota Komisi A DPRD Jember yang sempat hadir dalam pertemuan itu menjelaskan, apapun kebijakan yang berkaitan dengan hajat kebutuhan orang banyak, maka Bupati dalam mengambil keputusan hendaknya bisa melibatkan pihak legislatif.
“Saya paham dengan maksud Pemkab dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah atau PAD, tapi regulasinya harus dipersiapkan terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, “tegasnya.
Diperkirakan sedikitnya 70 persen masyarakat di wilayah tersebut dalam pemenuhan nafkah kesehariannya bergantung pada kegiatan industri batu kapur. Selebihnya adalah nelayan dan petani serta profesi lainnya.(red).