CIKARANG PUSAT bekasitoday.com– Pemerintah Kabupaten Bekasi saat ini sedang menggalakan penegakan Perda nomor 3 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Sejatinya peraturan dibuat agar membentuk masyarakat yang teratur dan menjadikan sarana mencapai keadilan sosial. Namun, bagimana jika peraturan bertabrakan dengan yang lebih dahulu?. Hal itu diduga terjadi pada Peraturan Daerah (Perda) pada Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Kendati demikian, dua tahun kemudian eksekutif dalam hal ini Bupati Bekasi dan legislatif sepakat membentuk Perda tentang Pajak Daerah sehingga terlahir Perda nomor 5 tahun 2018 tentang Pajak Daerah dan sudah di lembar daerahkan.
Ironisnya, dalam pasal 14 ayat 3 hurup (i) Perda nomor 5 tahun 2018 tentang Pajak Daerah bertentangan dengan dengan pasal 47 ayat 1 Perda nomor 3 tahun 2016 yang melarang THM Yeng meliputi Karaoke, live musik dan sejenis lainnya.
“Lucu memang, jika demikian bagaimana bisa Perda yang lahir lebih dahulu melarang (THM), dua tahun kemudian disepakati lagi bentuk Perda yang memungut Pajaknya. Ini sama aja menjilat aer ludah sendiri, “cetus Ketua Media Online Indonesia (MOI) Bekasi Raya, Misra,SM kepada Wartawan, Jumat (30/09/2022).
Berdasarkan laporan realisasi anggaran rincian Pajak daerah tahun 2022, Pajak Hiburan sebesar Rp. 18.324.900.000,’ dengan realisasi Rp.5.033.171.353, atau sekitar 27,47 persen. Angka sebesar itu lanjut Misra, hasil dari pajak hiburan sebagaimana Perda nomor 5 tahun 2018 tentang Pajak Daerah, bagian ketiga yaitu Pajak Hiburan dan diperjelas pada pasal 14 ayat 3 hurup (i).
“Pada pasal itu berbunyi Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: (i). diskotik, karaoke, klab malam, pub, dan sejenisnya, Apa kah ini dipungut pajaknya?, “ucapnya.
Dirinya juga menyarankan, agar Pemkab Bekasi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat mengevaluasi atau merevisinya kembali, jangan membuat masyarakat bingung terhadap produk- produk hukum hasil eksekutif dan legislatif, yang menghabiskan anggaran negara.
“Sekarang masyarakat sudah melek akan hukum, jadi jangan bikin bingung masyarakat, apa lagi ini berkaitan dengan Pendapatan Asli Derah (PAD). Jika benar bertentangan mestinya dapat direvisi kembali, “pungkasnya.(Ridwan/red)