Cegah Korupsi Disektor Desa KPK Buat Program Anti Korupsi, Efektif Kah..???

bekasitoday.com- Minimnya pemahaman masyarakat tentang pembangunan desa, termasuk mengenai anggaran desa, serta hak dan kewajiban mereka, dan diduga belum optimalnya fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengawasi penggunaan anggaran, serta keterbatasan akses informasi yang dimiliki oleh masyarakat desa terkait pengelolaan dana desa, layanan publik, dan keterbatasan atau ketidaksiapan kepala desa dan pengelola lainnya ketika harus mengelola dana dalam jumlah besar, membuat korupsi disektor desa rentan terjadi.

Untuk mencegah korupsi di sektor desa terjadi kembali, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun membuat program Desa Antikorupsi dengan tujuan;

Menyebarluaskan pentingnya membangun integritas dan nilai-nilai antikorupsi kepada pemerintah dan masyarakat desa.

Memperbaiki tata kelola pemerintahan desa yang berintegritas sesuai indikator dalam Buku Panduan Desa Antikorupsi.

Memberikan pemahaman dan peningkatan peran serta masyarakat desa dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi.

Program Desa Antikorupsi diharapkan mampu menjadi pendorong bagi seluruh anggota pemerintahan desa, serta masyarakat di desa untuk menempatkan integritas sebagai nilai utama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, seluruh elemen yang ada dalam desa dapat terhindar dari perilaku koruptif maupun tindak pidana korupsi.

Terdapat lima titik celah yang biasa dimanfaatkan aparat desa untuk mengorupsi dana desa, yaitu (1) proses perencanaan, (2) proses perencanaan pelaksanaan (nepotisme dan tidak transparan), (3) proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa (mark up, fiktif, dan tidak transparan), (4) proses pertanggungjawaban (fiktif), dan proses monitoring dan evaluasi (formalitas, administratif, dan telat deteksi korupsi).

Sejatinya, Kepala desa wajib menyerahkan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati atau Walikota tiap akhir tahun dan masa jabatan. Selain itu, kades juga harus membuat laporan tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa serta menyebarkan informasi pemerintahan desa secara tertulis kepada masyarakat setiap akhir tahun anggaran.

Namun, kuat dugaan laporan tersebut sering dimanipulasi, di antaranya melalui praktik pengurangan jumlah barang dari yang tercantum, mengubah kualitas barang menjadi lebih rendah, atau membuat pembelanjaan fiktif.(red).

Loading

Bagikan:
error: