Oleh : Indra Gunawan
Nun di Utara Bekasi, ada sesosok ulama kharismatik bernama Kyai Haji Noer Ali. Semenjak kecil beliau mondok di beberapa pesantren, dan menghabiskan masa remajanya di Mekkah. Berguru pada ‘alim ulama di sana.
Karomahnya luar biasa, keberkahannya sungguh terasa. Kampung Ujung Malang dari kampung yang terbelakang menjadi sebuah kampung istimewa. Masyarakatnya semenjak dini telah diberikan pendidikan agama, hingga menjadi basic bagi pendidikan lain secara berkesinambungan.
Allahu yarham Kyai Noer Ali bukan hanya pahlawan mengusir penjajah. Tapi beliau juga pahlawan untuk tatanan sosial, ekonomi, politik, agama, pendidikan, dan lainnya. Beliau menanamkan dasar-dasar adab dan etika bermasyarakat, mengajarkan tatanan cerdas yang menjadi rujukan generasi selanjutnya. Beliau menggembleng orang-orang tua untuk lebih paham pendidikan, agar generasi berikutnya tidak lagi terkungkung kebodohan.
Almaghfurlah Kyai Noer Ali bukan sekedar Kyai pesantren. Kiprahnya di masyarakat dari ujung Karawang sana sampai ke Ujung Harapan sini, sangat mengena dan membekas di hati.
Beliau sangat total berdedikasi memajukan ummat. Dari mulai membuka jalan, memberantas kemusyrikan, menanamkan akidah dan menancapkan ke-Esa-an Allah dalam dada setiap orang, menghilangkan perjudian, sampai memupuk jiwa para jawara, yang awalnya mereka mengandalkan kekuatan bela diri semata, menjadi pendekar sejati yang jiwanya terbungkus nilai keimanan kepada Sang Pencipta.
Allahu yarham Kyai Noer Ali adalah sosok pemberani. Berani berjuang membangunkan orang dari kegelapan. Berani menghadang badai besar yang menerjang, berani memikul tanggung jawab besar yang menantang.
Beliau lah sang Ulama sejati. Pahlawan yang sebenarnya.
Torehan jejaknya di mana-mana. Namanya harum di belantara keikhlasan. Tak ingin dipuja-puji, bahkan tak ingin nama Pahlawan Nasional disematkan padanya. Bahkan pernah menolak untuk ditulis kisah perjuangannya.
Beliau adalah ulama yang sendiri dalam senyap mendoakan ummat. Ulama yang sering berkontemplasi menghadap Illahi di atas menara masjid kesayangan. Menyendiri, merenung, berkomunikasi dengan Rabbnya, meminta petunjuk dan bimbingan, meminta ridho dan pertolongan, berdialog dan mencurahkan segenap perasaan yang tak bisa ia bagikan.
Duhai Kyai,
Begitu dalam, kenangan, pada setiap jejak yang kau tinggalkan.
Begitu mulia, pengorbanan, pada penggalan kisah yang kau torehkan.
Begitu bermakna, kehadiran, pada setiap keikhlasan yang kau taburkan.
Duhai Kyai,
Di sini kami mengenangmu dalam haru, dalam tangis, dalam hati gemuruh, dan dalam dada yang membara karena rasa bangga.
Begitu rindu, kami kepadamu, Kyai.
Engkau pemilik hati yang bersih.
Sosokmu penyayang dan amat rendah hati.
Namun engkau teguh memiliki tekad seperti baja dan besi.
Engkau lembut, namun memiliki ketegasan yang mencengangkan seisi langit dan bumi.
Kini hanya lewat zikir dan doa, kami mengenangmu.
Kami sungguh merindu hadirmu.
Kami rindu petuah bijakmu, rindu senyum teduhmu, rindu dengan segala apa yang ada padamu.
Selamat Hari Pahlawan, Kyai.
Al-Fatihah untukmu.