Pembebasan Lahan Tol Cibitung – Cilincing Belum Dibayarkan, Komisi I Salahkan BPN Kabupaten Bekasi

Img 20250523 wa0129CIKARANG PUSAT bekasitoday.com– Menyikapi persoalan terkait polemik belum dibayarnya tanah warga atas pembebasan lahan pembuatan Jalan Tol Cibitung – Cilincing sejak tahun 2017 hingga kini, Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi menggelar Rapat Kerja Penyelesaian Kompensasi Pembebasan Lahan Jalan Tol Cibitung – Cilincing yang berada di wilayah Kampung Buni RT06/03 Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Dalam hal ini, Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi mengundang ATR/BPN, Pengadilan Kabupaten Bekasi, Camat Babelan, Kepala Desa Buni Bakti, PT CTP, PPK Tol Cibitung – Cilincing dan masyarakat Kampung Buni Desa Buni Bakti (Pengelola Kavling dan Pembeli Kavling), Jumat (23/05/2025) sore.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Marjaya Sargan mengatakan, dirinya sudah menyimak apa yang sebelumnya disampaikan oleh Pimpinan dan Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, serta seluruh para tamu undangan.

“Saya sudah menyimak dan memperhatikan apa yang tadi disampaikan. Saya mengapresiasi semangat dari para Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, ini luar biasa, tapi menurut saya ini akan menjadi pepesan kosong. Kenapa, saya sampaikan? Karena dari pihak BPN ini, mohon maaf, BPN yang harusnya bisa menjelaskan, sudah diundang, katanya baru tahu sekarang persoalan ini, “ujar Marjaya Sargan kepada para tamu undangan dalam rapat tersebut.

Dari keterangan itu saja sudah jelas, BPN sudah tidak menghargai Komisi 1, BPN sudah tidak ingin menyelesaikan persoalan ini.

“Bagaimana kita mau menyelesaikan persoalan kalau pihak BPN yang bertanggung jawabnya tidak mau menyelesaikan? Diundang sudah. Barusan tadi saya telepon ke Kepala BPN, Pak Darman Simanjuntak, nggak tahu dia ada undangan rapat ini, “kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Amanat Perubahan.

Dirinya menjelaskan, pihaknya dan para undangan dalam rapat tersebut percuma berdiskusi dan berdebat di meja sini, kalau yang bersangkutan (BPN-red) tidak ingin menyelesaikan.

“Menurut saya, untuk menyelesaikan persoalan ini tidaklah rumit, kalau pihak pemilik kavling, pengelola yaitu Pak Dayat sudah sampaikan bahwa beliau memiliki tanah 3,5 hektar yang sudah dibeli, yang sudah dijual kepada pihak pembeli kavling. Terus, jika tadi pihak kavling sudah mengkonfirmasi ke pengadilan, katanya sudah gugat. Gugatnya kemana, Pak? “tanya Marjaya kepada pemilik kavling dan pengelola dalam rapat tersebut.

Gugat no name, lanjut dia, Pak Gugat no name? Ini kan lucu. Ini mohon maaf. Ini mohon maaf. Dikembalikan sebagaimana mestinya. Benar nggak?

“Itu simpel. Tinggal bagaimana kita ini sebagai penyelenggara negara harus berpihak kepada masyarakat, tadi sudah disampaikan juga oleh pimpinan rapat ini, “ucapnya.

Masih kata Marjaya, persoalan ini masih menjadi termarjinalkan. Jadi apa yang sulit, duitnya sudah ada. Ini mohon maaf ya, apalagi sudah 8 tahun.

“Dari 2017 hingga 2025 kan 8 tahun. Itu berapa bunganya uang itu? Siapa yang menikmati itu? Apakah uang itu ada bunganya, apa memang itu kembali ke negara, menjadi pendapatan negara atau dinikmati oleh segelintir oknum? “tanyanya.

Kita nggak tahu. Gitu lho. Tinggal bagaimana kita harus serius menangani ini. Mau nggak menyelesaikan masalah ini? Kalau nggak mau kita gugat. Ngapain? Gitu lho. Nah ini gimana mau selesai? Orang mohon maaf ya. Yang tidak kompeten juga hadir di sini dia nggak tahu mau nanya apa. Apa yang kita mau bahas di sini? Orang ini nggak tahu kok BPN nya.

“Kita mau nanya siapa? Pemerintah? Ini kadang-kadang, mohon maaf, oknum-oknum tersebut berdalih kepada masyarakat ini proyek pemerintah, berlindung di kalimat, ini proyek negara, ini punya pemerintah. Jangan coba-coba menghalangi program pemerintah. Ini kan lucu! Masyarakat ditakut-takutin seperti itu, “imbuhnya.

Marjaya kembali menjelaskan, berdirinya suatu Negara tidak bisa tanpa adanya komponen. Artinya, yang pertama ada luas wilayah, ada pemerintah, ada masyarakat. Masyarakat daripada ini, masyarakat adalah bagian daripada negara.

“Jadi, jangan berdalih daripada ini program negara, ini pemerintah. Masyarakat ditakut – takutin. Ini kan lucu. Maksud saya begini. Ini persoalan yang sederhana. Jangan kita bikin rumit. Bicarakan konsinyasi, ini ada tiga, yang pertama, adanya sengketa lahan, kedua adanya keberatan bicaranya masalah harga, dan no name. Ini kok no name pak? No name tidak diketahui subjeknya, tidak diketahui pemiliknya, orang ini ada jelas kok. Ini pemilik kavling dan ini pemilik lahan, kan jelas. H Fauzi pemilik lahannya, di sini ada nama, ada akta jual beli, ini kok no name, ini kan jelas. AJB-nya ada atas nama H Fauzi. Kenapa di BPN ditulis no name? Ini sama saja masyarakat diadu sama pengadilan, “ucap Marjaya.

Mohon maaf. Jangan kan masyarakat awam, dirinya saja anggota dewan, ketika dengar pengadilan, udah keringat dingin, pak. Orang kok mau ambil haknya kok diadu oleh pengadilan.

“Tadi sudah saya sampaikan. Semua sudah menikmati jalan tol. Tapi yang berhak belum menikmati, yang punya tanah belum menikmati, “tutupnya kepada pihak BPN Kabupaten Bekasi. (Tr).

Loading

Bagikan:
error: