Soleman B. Ponto Kritik Wacana Polri Jadi Penyidik Utama: “Bahaya Lahirkan Superbody Hukum”

Img 20251108 wa0183JAKARTA bekasitoday.com- Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI periode 2011–2013, melontarkan kritik tajam terhadap wacana penempatan Polri sebagai “penyidik utama” dalam sistem hukum nasional. Dalam pernyataannya kepada media di Jakarta, Sabtu (8/11/2025). Ponto menilai gagasan tersebut keliru secara konstitusional dan berpotensi menciptakan lembaga superbody yang kebal dari pengawasan hukum.

“Menegakkan hukum bukan berarti berhak menyidik segala sesuatu. Kalau tafsir pasal dibuat seenaknya, kita sedang melahirkan kekuasaan baru di balik seragam penegak hukum, “tegasnya.

Ponto menyoroti bahwa istilah “penyidik utama” tidak memiliki dasar hukum dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Ia memperingatkan bahwa penggunaan istilah tersebut bisa menimbulkan kesan seolah-olah Polri memiliki hak komando atas lembaga penegak hukum lain seperti Kejaksaan, KPK, PPNS, hingga Polisi Militer TNI.

“Koordinasi bukan komando. Tidak ada dasar hukum yang menempatkan Polri di atas lembaga penyidik lain. Kalau ini dibiarkan, konsep negara hukum bisa berubah jadi negara kekuasaan, “ujarnya.

Mengacu pada Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, Ponto menegaskan bahwa Polri memang penegak hukum, namun bukan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyidikan. Ia mengingatkan bahwa penyidikan hanyalah bagian dari proses penegakan hukum, bukan monopoli satu institusi.

Lebih lanjut, Ponto mengkritik penggunaan istilah asing seperti primary investigator yang menurutnya hanya memberi kesan akademis semu tanpa pijakan hukum nasional.

“Istilah itu tidak dikenal dalam sistem hukum kita. Jangan sampai konsep penegakan hukum dipelintir menjadi ajang perebutan kewenangan, “katanya.

Ia juga menegaskan bahwa fungsi koordinasi Polri terhadap PPNS bersifat administratif, bukan struktural. Karena PPNS dibentuk melalui undang-undang sektoral (lex specialis), maka kedudukannya setara dengan lembaga penyidik lain.

Terkait sikap keberatan Kejaksaan terhadap istilah “penyidik utama”, Ponto justru menilainya sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional, bukan rivalitas antar lembaga.

“Negara hukum tidak boleh memberikan monopoli kebenaran kepada satu lembaga. Kalau penyidikan hanya boleh dilakukan oleh satu pihak, maka fungsi kontrol mati, dan keadilan ikut dikubur bersamanya, “pungkasnya.

Pandangan kritis Soleman B. Ponto ini menjadi sorotan di kalangan akademisi dan praktisi hukum. Banyak yang menilai pernyataannya sebagai peringatan dini terhadap bahaya sentralisasi kewenangan penyidikan, terutama di tengah pembahasan revisi KUHAP dan reformasi kelembagaan hukum yang tengah berlangsung.(Nr).

Loading

Bagikan:
error: