Komisi III DPR RI Gelar RDPU Terkait Dugaan Penyerobotan Tanah di Jembrana, Bali

Img 20251024 wa0040JAKARTA bekasitoday com– Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Kamis (23/10/2025) sebagai respons atas laporan serius terkait dugaan penyerobotan dan penghilangan hak atas tanah milik warga di Kabupaten Jembrana, Bali. Kasus ini menyeret nama oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jembrana dan perusahaan swasta PT Sungai Mas Indonesia (PT SMI).

Dalam RDPU tersebut, perwakilan masyarakat bersama tim kuasa hukum dari kantor Lusiana Giron & Partners mengungkapkan bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) milik warga dibatalkan secara sepihak. Ironisnya, jalur hukum yang ditempuh korban justru dihentikan oleh aparat kepolisian.

Kuasa Hukum: Pembatalan SHM Cacat Hukum.

Umar Usman, Ketua tim kuasa hukum pemohon, menyebut pembatalan SHM menciptakan ketidakpastian hukum dan merugikan hak konstitusional warga.

“Kami memohon agar DPR RI, khususnya Komisi III, dapat menjadi mediator untuk membuka ruang penyelesaian yang adil. SK pembatalan itu kami nilai cacat hukum dan merugikan hak konstitusional warga, “tegas Usman di hadapan Pimpinan Komisi III.

Ia berharap Komisi III dapat memfasilitasi proses klarifikasi dan mendorong pemulihan hak atas tanah warga sesuai mekanisme hukum yang berlaku.

Tanah Warga Dikuasai Tambak, Proses Hukum Dinilai Janggal.

Sengketa bermula dari tanah milik Ni Wayan Dontri seluas 1,7 hektar (SHM 7395), yang diperoleh melalui program PTSL BPN Jembrana. Tanah tersebut berdekatan dengan lahan milik Silviana Ekawati (SHM 2541), istri dari pemilik PT SMI. Penyerobotan terungkap saat anak Ni Wayan Dontri mendapati tanah mereka telah dikerjakan oleh PT SMI untuk dijadikan tambak.

Pada Februari 2025, Ni Wayan Dontri melaporkan Silviana dan PT SMI ke Polres Jembrana. Namun, PT SMI membalas dengan laporan ke Polda Bali terkait dugaan korupsi oleh oknum ASN ATR BPN Jembrana. Laporan ini dijadikan dasar oleh Kepala ATR BPN Jembrana untuk merekomendasikan pembatalan SHM Dontri, yang kemudian disahkan oleh Kanwil ATR BPN Provinsi Bali hanya dalam waktu 1,5 bulan.

Pihak pelapor menyebut proses ini sebagai gerakan yang “masif” dan “tiktokan” antara Polda dan Kepala ATR BPN Jembrana. Akibatnya, tanah Dontri dinyatakan “hilang” dan laporan polisi yang mereka ajukan justru dihentikan.

Indikasi Tumpang Tindih yang Dipertanyakan.

Kuasa hukum Dontri menyoroti kejanggalan alasan pembatalan SHM, yakni klaim tumpang tindih dengan tanah Silviana. Padahal, kedua bidang tanah memiliki Nomor Identifikasi Bidang (NIB) dan riwayat perolehan yang berbeda.

“Tanah Ni Wayan Dontri berasal dari PTSL, sementara tanah Silviana dibeli dari Pan Dontri, ayah Silviana, “jelas Usman.

Anggota DPR RI menyimpulkan adanya indikasi perbuatan melawan hukum oleh oknum-oknum terkait dalam kasus ini.

Komisi III Siap Panggil Pihak Terkait.

Pimpinan RDPU, Bimantoro Wiyono, S.H., menyatakan bahwa Komisi III akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai mekanisme internal.

“Komisi III akan menggunakan tenaga ahli untuk mendalami, memetakan, dan mengambil keputusan yang seadil-adilnya, “ujarnya.

Komisi III berkomitmen untuk memanggil dan mengklarifikasi semua pihak yang dilaporkan, termasuk Kepolisian, ATR/BPN, dan PT SMI.

“Kami akan memproses kasus ini untuk mencari solusi, titik temu, dan menemukan keadilan bagi masyarakat, “tegas Bimantoro.

Meskipun upaya hukum ke Kapolri, Presiden, dan Menteri ATR BPN belum membuahkan hasil, Komisi III menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses hukum dan mendukung pemulihan hak atas tanah warga.(Nr).

Loading

Bagikan:
error: